Berhati Besar untuk Tujuan Besar
Susunan Bali sekarang sedang giat untuk melakukan perubahan demi kemajuan. Bukan saja secara fisik, kami mulai merenovasi bangunan vihara, tapi juga secara suasana di dalam susunan.
Lamanya beraktivitas bersama ternyata tidak membuat kami saling mengerti satu sama lain. Kami cendrung berkelompok dan saling mencari kalau ada perlunya saja. Komunikasi kurang enak, karena merasa diri paling benar. Orang-orangnya cepat mutungdan ada perasaan benci di dalamnya. Cendrung ngomong di belakang dan lupa tujuan kosenrufu.
Semua hal ini ternyata sama dengan yang terjadi di masing-masing keluarga, bukan hanya di susunan. Menurut Mas Rusdy, umat Bali itu manja dan senang meminta dari kekuatan di luar dirinya. Pada masa Akhir dharma sudah realitas, tidak ada yang seperti itu. Satu-satunya kekuatan hanya Gohonzon. Artinya sekarang saatnya membangun dengan Bali dengan hati dan kekuatan besar yang mandiri. Bali hanya bisa dibangun oleh orang Bali sendiri, oleh karena itu perlu kerja sama. Akan bisa kerja sama kalau ada pengertian. Untuk itu harus berhati besar.
Sedangkan menurut Mbak Aiko, umat Bali itu safety player. Tidak mau susah, takut masuk perang, tidak ada keberanian punya target. Karena takut gagal, maka tidak akan ada pencapaian. Merasa perlu pegang uang, sehingga jadi pelit, uang disimpan saja. Padahal dengan dana paramita kita akan lepas dari rasa takut tidak ada uang. Uang tidak akan memberi kita ketenangan sampai mati kalau tidak ada rejeki jiwa. Apalagi sekarang sedang bangun vihara kalau tidak berani Fujisyakusimyomaka tidak akan dapat kurnia kebajikan dari Gohonzon.
Dalam Kensyu Keluarga ini, sebanyak 265 umat mendapat semangat untuk lebih meningkatkan hati kepercayaan hanya pada Gohonzon. Kedua narasumber juga berharap vihara yang dibangun harus ada getaran, untuk itu harus sungguh-sungguh sumbang jiwa raga kepada Buddha. Jangan pakai pikiran sendiri dan harus total dalam syinjin. Ketika vihara terbangun megah, maka hidup kita sebagai umat pun harus megah.